Jumat, 06 Mei 2011

You and Me ***

“You and me, END” itulah ungkapan yang kini tengah menjadi trend di kalangan anak muda. Atau bahkan mungkin tak hanya kaum muda saja yang suka menggunakan ungkapan yang di adopsi dari Sule, di Opera Van Java tersebut. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa gaul, ungkapan itu berubah menjadi “Loe, Gue, END”. Disertai dengan gerakan mulut yang dibuat sejelek mungkin serta gerakan tangan yang khas dan asli gaya Sule, sepertinya banyak penonton yang terhipnotis untuk menirukan gaya tersebut. Hampir setiap ada kesempatan, hampir semua orang juga, selalu meniru gaya Sule (You and me END, atau Loe, gue, END”, red) itu. Tak peduli itu di kampus, kafe, mall, ataupun tempat umum lainnya.
Opera Van Java. Hmm, bicara tentang acara talk show yang satu ini maka timbul pertanyaan. Siapa sih yang tidak kenal acara ini? Siapa pula yang belum pernah nonton acara televisi yang ditayangkan setiap malam ini? Acara yang digawangi oleh Sule, Parto, Azis, Andre dan Nunung ini cukup fenomenal hampir di semua kalangan. Bahkan, karena begitu antusiasnya masyarakat terhadap acara ini, belum lama ini acara tersebut mulai menggelar jumpa fans ke berbagai daerah seperti Malang dan Semarang. Sebuah kesuksesan yang menggembirakan bagi mereka (Sule, Parto, Azis, Andre dan Nunung, serta kru).
(………..) namun, disini saya tidak akan bercerita tentang kesukesan Sule dan kawan-kawan ataupun gayanya yang selalu dijadikan trend para pemuda tersebut. Akan tetapi, pada kesempatan ini saya akan menceritakan tentang diri saya (Me, red). Ya, sekilas tentang saya saat ini, hanya sekilas hlo ya? (…) tak tahu harus mengawalinya dari mana, namun satu hal yang ingin saya ceritakan kepada pembaca semua (siapa pembacanya aja belum tahu, kog pede. Tapi tak apalah… namanya juga penghuni baru. Hee ). Baiklah, akan saya mulai saja ceritanya. Ceritanya begini (huuuft,, kesannya terlalu bertele-tele banget seehh… )
Baiklah, satu-satunya alasan yang membuat saya mau berbagi tentang diri saya disini adalah karena tanggapan teman-teman terhadap diri saya akhir-akhir ini.
“Nurul sekarang berubah ya?”
“Kamu kog sekarang cerewet siihh..”
“Iy, Nurul sekarang tu nakal,”
“Suka usil juga,”
“Udah berani bolos kuliah lagi…”
Hiks hiks… itulah beberapa komentar mereka tentang saya yang katanya, aku yang sekarang udah berubah (emang power rangers?? ). Senang seh, mendapat persepsi dari teman-teman. Itu artinya mereka perhatian pada saya,, hohohoho. Namun, sedih juga nih, masak iya? Perubahan sebanyak itu nggak ada yang mengacu pada perubahan ke arah yang lebih baik. Termasuk orang yang celaka donk?? (Udah pada tahu kan? Kalau “Orang yang hari ini lebih buruk dari pada hari kemarin maka termasuk golongan orang yang celaka, sedangkan orang yang hari ini sama dengan hari kemarin maka termasuk golongan orang yang merugi, sedangkan orang yang beruntung adalah orang yang hari ini lebih baik dari pada hari kemarin!” harus di ingat hlo ya???). Semua orang pasti ingin masuk pada golongan orang-orang yang beruntung. Tapi, ternyata gak gampang ya…. (Siapa bilang? Kalau mau usaha, dijamin bisa kog!).
(Kembali ke topik semula…) Mungkin memang benar seperti yang diungkapkan teman-teman tentang diri saya. Dengan ini terpaksa saya mengakuinya (kog ada unsur terpaksa segala???hahaha ). Saya mungkin mulai berani nakal dan berbuat usil terhadap teman-teman, cerewet, dan juga berani bolos kuliah, hihihi… Untuk yang satu ini memang benar-benar murni kesalahan saya. Entah mengapa, dengan alasan karena belum pernah bolos untuk mata kuliah ini dan itu , maksud hati ingin memanfaatkan kesempatan 75% kehadiran getoo akhirnya saya pun bolos,,hehe . (Teman-teman, jangan ditiru ya….. itu tidak baik. Ok?)
Tapi, (ada tapinya juga hloo… ), selain menurut komentar teman-teman yang sudah terungkap diatas tadi, menurut saya seorang “Nurul masa kini” juga mempunyai nilai positif kog. Apa tuchhh??? (ada duuech, kasih tau nggak yaaa? Hee ). Kalau tadi diceritakan dia udah mulai berani bolos, ternyata kini dia tidak hanya berani bolos. Tapi….. dia mulai berani menentukan target yang harus dia capai dalam waktu tertentu. Berbagai kegiatan positif pun kini mulai digelutinya. Selain itu, tak sedikit pendidikan dan keterampilan yang mulai ia lirik untuk dipelajari.
Hmm,, menulis ini jadi teringat pesan seseorang beberapa tahun silam. “Tentukanlah target yang ingin kamu raih dalam hidupmu. Jangan ragu-ragu untuk menentukan target, karena semakin tinggi target yang ingin kita capai maka kita akan semakin tertantang pula untuk meraihnya. Dan Allah tidak pernah tidak mendengar apa-apa yang jadi keinginan hamba-Nya. Selama ada usaha, Insya Allah Tuhan akan mendengarkan kita”. Keep spirit Nurul… :)

Selasa, 03 Mei 2011

Panggil Aku Tikus…

“Astaghfirllah….”
“Sialannn,,,”
“Ya Allah…”
“Assemmm”
“Haaaaa????”
Begitulah reaksi spontanitas teman-temanku saat kuperlihatkan sebuah buku dengan judul “Jangan-Jangan Kau Bukan Manusia!” karya M.Irfan Hidayatullah. Ya. Membaca judul buku ini memang cukup membuat emosi kita terpancing untuk segera mengomentarinya. Bagaimana tidak? Kita adalah manusia. Dan memang benar-benar manusia. Bagi kita yang merasa manusia tentu akan merasa tersinggung dengan judul yang diberikan Irfan dalam buku bersampul merah tersebut. Namun, tahukah anda? Di dalam buku ini, dengan metafora, analog dan personifikasinya, penulis mengajak kita untuk kembali mengingat tentang semesta diri kita. Selama ini ternyata banyak diantara kita yang sudah melupakan hal-hal sepele dan yang sebenarnya hal itu membuat kita tak pantas untuk dikatakan “manusia.” Haaa? Mengapa bisa begitu????
Disini saya akan sedikit bercerita tentang buku yang membuat sebagian teman-teman saya itu mengumpat. Di dalam buku ini termuat beberapa cerita dengan judul yang kesemuanya memang memakai nama binatang. Beberapa judul itu adalah Ada Kupu-Kupu Ada Tamu, Anjing Dosenku, Bebek dan Anakku Izza, Ikan, Kalajengking, Ketika Cicak-Cicak Berpesta, Berkaca Mata Kuda, Laron-Laron Membungkusku, Lenguh Merpati, Memanggil Ayam, Panggil Aku Tikus, Ratu Kucing, Sepasang Merpati Senyap, Siapa Tak Takut Ular?, Kutu, dan Ulat-Ulat Pada Kematianku. Keseluruhan judul tersebut menceritakan sedikit banyak tentang kepribadian manusia. Dengan imajinasinya yang tinggi, penulis berhasil melukiskan sifat-sifat manusia dengan menjadikan binatang sebagai simbol. Dapat dikatakan, binatang adalah simbol kelamahan dan keterpinggiran.
Berawal pada hari itu, saya sendiri juga terkejut ketika salah satu teman menyodori saya buku tersebut.
“Mbak udah pernah baca buku ini belum?”
“Belum,” jawabku singkat. “Judulnya apa tow?”
“Haaa… Ya Allah, tegane…” begitulah komentar saya saat pertama kali membaca judul buku tersebut.
“Baca yang judulnya ini mbak,” kata temanku bernada perintah. Kemudian dia membuka buku itu pada halaman yang berjudul “Panggil Aku Tikus”.
“Hiii, kog panggil aku tikus sichh,, nggak mau ah,” “Enak aja panggil aku tikus,” lanjutku lagi.
“Diwoco sek tow… komen ae senengane… wong kon moco kog malah komen,” kulirik temanku yang sedang ngomel. Perlahan kuraih buku tersebut kemudian saya memulai membacanya.
Hmmm, sejenak aku merenung setelah menyelesaikan sebuah cerita yang berjudul “Panggil Aku Tikus” itu.
“Benar juga….” Kataku dalam hati.
“Panggil aku tikus setelah ini. Saat ini adalah pembaptisan bagiku. Aku bisa kau panggil Prof. Dr. Tikus Sugiwo, M. Si.” Ungkap prof Tikus. Dalam cerita tersebut diungkapkan bahwa Tikus adalah simbol kebesaran. Maka, di negeri itu banyak orang yang ingin menjadi tikus. Segala hal, sedikit banyak tentang sifat-sifat tikus dikisahkan disana dan ternyata selama ini banyak manusia yang bangga dengan sifat-sifat tersebut.
Upsss,, jangan-jangan kamu salah satunya?? Hehehe :)

Senin, 02 Mei 2011

Buguru Sombong...

Siang itu,  Kamis, 28 April 2011, seperti biasa jadwal  kuliah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSID) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) adalah Mata Kuliah Micro Teaching. Seperti biasa pula, beberapa diantara kami maju satu persatu sesuai jadwalnya untuk berlatih menjadi seorang guru. Belum menjadi guru beneran memang... karena yang berperan sebagai siswa disini adalah kawan-kawan satu kelas. Tapi, jangan anggap remeh... Meski hanya menghadapi teman sendiri, namun itu sudah cukup membuat berkeringat. Gak lucu kan??? Padahal ruang untuk makul Micro Teaching ini adalah sebuah ruang yang sudah di desaign sebaik mungkin dan sudah dilengkapi AC.
Hari itu adalah jadwal salah satu kawand baikku yang akan memerankan dirinya sebagai "buguru". Berbagai persiapan sepertinya sudah disiapkan sejak jauh hari. Namun, tahukah anda? Suatu hal yang sebenarnya itu remeh namun sangat LUCU dan menyimpan makna terjadi siang itu. Hingga kini, terkadang membuat perut saya sakit saat tiba-tiba teringat kejadian itu. Ceritanya begini...
Teman saya yang akan menjadi buguru ini akan mengajarkan tentang Surat Niaga. Sebuah kertas karton yang disulap menjadi poster pun dipilihnya sebagai media pembelajaran. Entah karena merasa mampu melakukannya sendiri atau terbiasa hidup mandiri, dia memasang sendiri poster tersebut didepan papan tulis.
"Butuh bantuan nggak Bu?" salah satu siswa menyeletuk, bermaksud menawarkan jasa.
"Nggak perlu,"
"SOMBONG...." Grrr.... kontan tawa kami meledak mendengar parcakapan singkat tersebut.

Dari kisah itu saya dapat mengambil pelajaran yang penting untuk selalu di ingat bagi calon guru. Bahwa siswa itu tak suka diperlakukan hanya sebagai objek. Seperti halnya manusia pada umumnya, mereka ingin berperan sebagai subjek dalam proses belajar mengajar. Sesuai salah satu buku yang membicarakan tentang pendidikan, yang mengungkapkan "Jangan perlakukan peserta didik sebagai objek, namun subjek dalam kegiatan belajar mengajar" ^_^